Sejarah Warna Pink

Melihat warna pink atau merah muda, pasti kita mengidentikan sebagai warna untuk wanita.

Tahukah Anda, kalau ternyata warna pink dulu merupakan warna kaum pria? Bahkan warna pink sempat dikategorikan sebagai warna yang maskulin.

Warna pink diidentikkan sebagai warna maskulin, karena warna tersebut sangat tegas dan keras, sehingga cocok dengan jiwa pria.

Sementara warna biru terkesan lebih lembut, cantik, dan halus, sehingga sangat cocok untuk kaum wanita yang feminin.

Pink merupakan warna yang berada di antara ungu (violet) dan merah. Nama dari warna pink sendiri berasal dari Pinks, nama bunga dari genus Dianthus.

Di lain pihak, dengan mengutip ulasan dari Popsci, mengenai popularitas warna pink yang disangkutpautkan dengan salah satu gundik Raja Louis XV, yang paling terkenal, Madame de Pompadour, yang pada abad ke-18 dipandang sebagai seorang fashion influencer.

Kecintaan gundik tersebut pada warna pink dalam seni, membentuk budaya, dan menumbuhkan selera orang-orang di seluruh Eropa terhadap warna pink.

Sesungguhnya, "Pada saat itu (pink) adalah warna yang netral gender, jadi semua orang memakai warna pink," jelas Profesor Naomi Greyser, dalam studi gender di University of Iowa, mengenai wanita dan seksualitas.

Pria memakai warna pink lebih sering, karena mereka melihatnya sebagai warna yang kuat. Warna pink dianggap bisa membuat pria terlihat lebih menarik. Sedangkan, wanita sering memakai warna biru, karena diimajinasikan dengan ketenangan yang memiliki makna religius di Gereja Katolik.

Sementara Paoletti, penulis buku Pink and Blue: Telling the Boys from the Girls in America, menerangkan bahwa wanita memakai warna biru, sesuai dengan imej bahwa Perawan Maria dianggap banyak memakai warna biru.

Selain memiliki unsur yang kuat, warna pink ternyata sangat cocok jika dipadukan dengan warna coklat, dan secara kebetulan, banyak pria Amerika yang berambut dan bermata coklat. Sementara warna biru sangat cocok dan serasi untuk wanita, yang kebetulan juga kebanyakan berambut berwarna pirang dan bermata biru.

Menurut laporan yang diterbitkan majalah Times tahun 1927, warna pink pernah mendominasi semua toko pakaian besar untuk pria di Amerika.

Antara lain; Filene’s di Boston, Best & Co di New York City, Halle’s di Cleveland, dan Marshall Field di Chicago.

Kode gender untuk pink dan biru mulai berubah sedikit demi sedikit pada awal abad ke-20. Pada tahun 1930-an dan 1940-an, anak perempuan lebih sering memakai warna pink daripada anak laki-laki.

Meskipun demikian, sekitar tahun 1940an, warna pink masih dikategorikan sebagai warna pria, karena berelasi dengan warna merah yang kuat dan maskulin. Sementara warna biru tetap dikategorikan sebagai warna wanita karena berelasi dengan warna kesucian.

Tahun 1950an bisa dikatakan sebagai Puncaknya Era Pink bagi pria. Semua hal yang berhubungan dengan warna tersebut adalah simbol maskulin dan jantan. Tidak heran jika pada masa itu, kita dapat melihat mobil Cadillac berwarna pink (Pink Cadillac), yang menjadi mobil paling banyak diminati kaum adam.

Di era 1960an, mulai terjadi pergeseran di mana warna pink dianggap sebagai warna feminin dan warna biru sebagai warna Maskulin.

Sumber lain mengatakan, bahwa pergeseran tersebut disebabkan oleh adanya penelitian dari para ahli warna, yang mengatakan bahwa warna pink mengandung energi sensual, penuh gairah, tapi lembut, dan menggoda, sehingga lebih cocok untuk kaum feminin.

Sejak saat itulah (hingga hari ini), warna pink kemudian mulai diasosiasikan sebagai warna feminin, sedangkan warna biru adalah warna maskulin.

Walau demikian, masih banyak negara yang masih menggunakan warna pink sebagai warna maskulin.

Di Jepang misalnya, bunga sakura yang mekar dan berwarna pink, justru merupakan perwujudan dari ksatria muda yang maju berperang, demi meraih tujuan hidupnya sebagai seorang samurai.

Di kota Jaipur (India) yang dikenal sebagai Kota Merah Muda (The Pink City), hal ini dikarenakan hampir semua tempat wisatanya menggunakan warna pink sebagai warna utama. 

Juga di Kota Marrakesh (Maroko) yang dikenal dengan nama Rose City, yang memiliki banyak gedung berwarna Salmon-Pink.

Kendati saat ini sebagian besar masyarakat masih menganggap pink sebagai warna feminin, hal tersebut bukanlah pandangan universal yang sama.

Pria Korea Selatan sejak dulu terbiasa mengenakan nuansa pink. Di India, terkadang Anda akan melihat sorban merah muda pada pengantin pria di hari pernikahan mereka.

Jo Paoletti, seorang profesor Studi Amerika di University of Maryland mengatakan bahwa penerimaan warna tergantung pada budaya dan masyarakat tempat Anda tinggal.

Di tahun 1980-an warna pink puncaknya dianggap sebagai warna wanita. Diikuti dengan populernya tes kehamilan USG yang membuat calon orang tua bisa mengetahui jenis kelamin janin mereka.

Sehingga Greyser mengatakan, perusahaan melihatnya hal ini sebagai peluang bisnis untuk memasarkan produk pria atau wanita.

Saat itu lahirlah pasar pakaian, dan aksesori pink dan biru, untuk menghiasi kamar bayi, dengan warna eksklusif sesuai jenis kelamin bayi yang akan lahir. (EW)

Foto : Istimewa

HOME, atau Kembali ke GRIYA BELANJA HEMAT